Kuasa Hukum Muhammad Rullyandi, SH, MH (kiri), Pemohon Richard Charles Tawaru (kanan)/ IST
Jakarta.M.ID – Sidang sengketa pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat tahun 2020 dilanjutkan dengan agenda mendengarkan jawaban termohon (KPUD Raja Ampat), pihak terkait (Paslon AFU-ORI), dan pemberi keterangan (Bawaslu Kabupaten Raja Ampat).
Perkara dengan nomor register 17/PHP.BUP-XIX/2021 ini diperiksa oleh panel 2 hakim Konstitusi ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan dihadiri Hakim Konstitusi Aswanto sebagai Ketua Panel dan Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagai Anggota Panel.
Dalam jawabannya, baik termohon maupun pihak terkait menyampaikan eksepsi terhadap permohonan Pemohon. Bertindak sebagai Pemohon adalah Richard Charles Tawaru, Pjs. Perkumpulan Papua Forest Watch yang menunjuk Muhammad Rullyandi, SH, MH sebagai kuasanya.
Termohon yang diwakili kuasanya Hafdzil Alim, SH menyampaikan Eksepsi terhadap legal standing pemohon terkait pemenuhan syarat perkumpulan PFW yang tidak memenuhi syarat independen sebagaimana ditentukan dalam UU 1/2015 tentang pilkada sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan UU 6/2020, pada pasal 123 ayat (3) huruf a yang menyatakan “Lembaga Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus memenuhi persyaratan meliputi: a. independen;..”.
Norma ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan KPU nomor 8/2017 dan Keputusan KPU nomor 296/2020 yang mengatur pedoman teknis pendaftaran pemantau pemilihan kepala daerah dalam Pilkada.
Independen menurut termohon adalah bebas dari afiliasi dengan partai politik, yang mana termohon temukan daftar anggota PFW terafiliasi dengan partai Hanura dan tercatat sebagai Dafatr Calon Tetap pada pemilu legislatif 2019 sehingga syarat independen menurut termohon tidak dipenuhi oleh PFW olehnya itu dinyatakan dokumen pendaftaran PFW tidak memenuhi syarat (TMS).
Richard Charles Tawaru sebagai pemohon dalam sengketa a quo menanggapi jawaban termohon atas syarat independen tersebut. Menurutnya termohon mencampuradukkan kepesertaan dalam pemilu legislatif (Pileg) dengan kepesertaan dalam Pilkada.
Dalam Pileg, memang partai Hanura merupakan peserta, namun dalam Pilkada Raja Ampat Partai Hanura sama sekali tidak mencalonkan dan/atau mengusung pasangan Bupati-Wakil Bupati.
Partai Hanura tidak bertindak sebagai peserta dan tidak terafiliasi dengan peserta pilkada Raja Ampat (AFU-ORI), sehingga mengambil contoh pengurus PFW yang menjadi caleg 2019 kemudian dikaitkan dengan pilkada 2020 adalah kekeliruan besar.
Disamping itu, termohon juga tidak menunjukkan satupun dasar hukum baik UU Pilkada baik pada batang tubuh maupun penjelasan, definisi dari independen tersebut. Dalam aturan teknis sebagai turunan UU Pilkada pun, termohon tidak menunjukkan batasan-batasan frasa “independen” tersebut.
Termohon secara sporadis dan tanpa hak menafsirkan frasa “independen” dalam pemilu diterapkan dalam Pilkada Raja Ampat, padahal jelas-jelas Pilkada Raja Ampat tidak berkedudukan sebagai pengusung pasangan calon.
“Independen dalam UU Pilkada itu kan dalam batang tubuh pasal 132 ayat (3) huruf a tidak diuraikan definisinya dalam penjelasan pasal. Dalam aturan teknis Pilkada sebagai turunannya juga KPU tidak memberikan penjelasan teknis independen itu seperti apa. Ini KPU Raja Ampat campuraduk, ketentuan dalam UU Pemilu secara sporadis diterapkan terhadap PFW. Bukan haknya juga KPU Raja Ampat tafsirkan pasal itu, minimal dia koordinasi dengan atasnnya, inikan tidak ada langsung main TMS saja,” jelasnya.
Tawaru menambahkan, bahwa selain mencampuradukkan hukum KPU Raja Ampat juga dengan sengaja menseting agar dokumen persyaratan PFW tidak dapat dilengkapi sesuai jadwal yang ditentukan.
Penetapan tentang TMS terhadap PFW baru disampaikan oleh KPU Raja Ampat pada tanggal 3 Desember 2020 yang mana sudah lewat waktu untuk melakukan perbaikan padahal dokumen persyaratan sudah diserahkan 1 bulan sebelumnya yaitu tanggal 9 November 2020.
Tindakan ini menurutnya adalah tindakan yang sengaja dilakukan demi memuluskan kecurangan memenangkan pasangan AFU-ORI tanpa adanya pemantau pemilihan. Olehnya itu Tawaru tetap berpendirian pada dalil-dalil serta petitum permohonannya dan yakin MK akan menilai dengan objektif dan mengabulkan permohonannya.
“Jadi ini memang sengaja, muslimin saifuddin sendiri katakana PFW lengkap memenuhi syarat, itu dari tanggal 9 November. Kenapa nanti 3 desember baru dinyatkan TMS? Supaya kami tidak ada waktu lengkapi dokumen jadi mereka bisa mulus melakukan kecurangan menangkan AFU tanpa dipantau. Saya masih berpegang pada dalil permohonan dan yakin hakim akan objektif mengabulkan permohonan saya,”pungkasnya.